Selain menjadi saksi sejarah perjuangan merebut kemerdekaan Republik Indonesia, Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah yang didirikan sejak abad ke-18 di Sidoarjo Jawa Timur itu telah banyak melahirkan ulama-ulama besar pendiri NU di negeri ini.<>

"Pondok pesantren ini telah banyak melahirkan ulama-ulama besar pendiri Nahdlatul Ulama seperti KH M Hasyim Asy'ari, KH Asy'Ad Samsul Arifin, KH Ridwan Abdullah pencipta lambang Nahdlatul Ulama, KH Alwi Abdul Aziz, KH Wahid Hasyim, KH. Cholil, KH. Nasir (Bangkalan) KH.Wahab Hasbullah, KH. Umar (Jember), KH. Usman Al Ishaqi, KH. Abdul Majid (Bata-bata Pamekasan), KH. Dimyati (Banten, dan lain-lain," kata Pengasuh Ponpes Al-Hamdaniyah, M Hasyim Fahrurozi.

Selain banyak melahirkan ulama besar, pesantren yang terletak di desa Siwalan Panji Buduran Sidoarjo itu terbilang pesantren tertua di Jawa Timur setelah pesantren Sidogiri Pasuruan. Pesantren yang didirikan tepatnya pada tahun 1787 M oleh KH Hamdani itu sampai sekarang masih menjadi catatan sejarah bagi bangsa ini.

"Salah satu ulama besar yang pernah menuntut ilmu agama atau menjadi santri di pesantren ini yakni KH Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama. KH Hasyim Asy'ari menjadi santri di pesantren Al-Hamdaniyah ini sekitar 5 tahun lamanya," ulas Gus Hasyim sapaan akrab M Hasyim Fahrurozi. 

Untuk mengenangnya, hingga saat ini kamar pendiri Nahdlatul Ulama di pesantren Al-Hamdaniyah itu masih tetap terawat seperti dahulu. "Kamar KH Hasyim Asy'ari ini sengaja tak pernah dipugar, tetap seperti dahulu agar menjadi pelajaran bagi santri bahwa untuk menjadi tokoh besar tak harus dengan fasilitas mewah," tegas Gus Hasyim. 

Tidak hanya menjadi santri, lanjut Gus Hasyim, bahkan KH Hasyim Asy'ari juga pernah diangkat menjadi menantu oleh Kiai Ya’qub, pengasuh pesantren waktu itu. "Sayangnya, pernikahan itu tidak berlangsung lama. Karena nyai Khodijah, istri KH Hasyim Asy'ari wafat lebih dahulu di Makkah, saat tengah mengandung, dan jenazah nyai Khodijah disemayamkan di Makkah," tukas Gus Hasyim.

Tempat para pejuang kemerdekaan berkumpul

Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah didirikan sejak tahun 1787 oleh KH Hamdani, ulama besar asal Pasuruan. Kini usia Ponpes Al-Hamdaniyah telah mencapai usia 228 tahun atau dua abad lebih. KH Hamdani sendiri merupakan seorang ulama keturunan Rasulullah, yakni silsilah ke-27.

“Dulu asalnya daerah ini rawa dan oleh beliau (KH Hamdani) berdoa minta kepada Allah SWT, semoga tanah yang asalnya rawah bisa menjadi tanah,” ungkap Gus Hasyim Fahrur Rozi.

Pondok ini masih memiliki bentuk bangunan yang masih asli dan unik. Terutama keunikan bangunan para santrinya. Berdinding anyaman bambu dan diberi jendela pada setiap kamarnya serta bangunan yang disangga dengan kaki-kaki beton, membuat asrama santri ini nampak seperti rumah Joglo. Bahkan ada beberapa asrama santri yang kondisinya sudah memprihatinkan. Namun, Pengasuh pondok masih mempertahankan keunikan pondok tertua di Jawa Timur ini.

Setiap asrama dibagi dalam beberapa kamar yang diisi dua hingga tiga santri dengan ukura ruangan 2 x 3 meter. Di dalam kamar kecil itulah, tempat para santri belajar dan beristirahrat.

“Selain mengajarkan berbagai ilmu agama, pondok ini pernah menjadi saksi sejarah perjuangan merebut kemerdekaan bangsa Indonesia. Menjadi tempat pertemuan antara presiden Soekarno, Bung Hatta, Bung Tomo yang pada akhirnya melahirkan Laskar Hizbullah,” kata Agus Muchlis Asyari, wakil pengasuh Ponpes.

Namun sayang, keunikan pondok ini yang juga sebagai kunci sejarah dan warisan kebudayaan tertua belum mendapat perhatian dari pemerintah maupun pihak-pihak terkait. Harusnya, pondok tertua seperti Ponpes Al Hamdaniyah ini dilestarikan dan dijaga keasliannya.

Menurut riwayat, pada waktu KH. Hamdani membangun Pondok, dia mendatangkan kayu dari daerah Cepu Jawa Tengah dengan dinaikkan perahu besar/kapal. Namun ditengah jalan perahunya pecah berantakan. Akan tetapi Allah Maha Besar, kayu-kayu tersebut berjalan sendiri melewati sungai dan berhenti persis di depan area Pondok. 

Di Pondok ini, dulu juga sering dibuat pertemuan tokoh-tokoh Nasional pada Zaman Revolusi, diantaranya adalah Ir. Soekarno, Bung Hatta, KH. Wahab Hasbullah, KH. Wahid Hasyim, KH. Idham Cholid, Hamka, Bung Tomo, dan tokoh-tokoh besar lain. 

Adapun urutan kepengurusan Pondok adalah sebagai berikut:

Periode II: KH. Ya’qub dan KH. Abd Rohim (Putra dari KH Hamdani)  

Periode III: KH. Hasyim Abd Rohim dan KH. Khozin Fahruddin,

Periode IV: Kiai Faqih Hasyim, KH. Sholeh Hasyim, dan KH. Basuni Khozin.           

Periode  V: KH. Abdulloh Siddiq dan KH. Haiyi Asmu’i.

Periode  VI: KH. Rifa’i Jufri, KH. Abd Haq, dan KH. Asmu’i .  

Periode VII: Hingga Tahun 2013 KH. Asy’ari Asmu’i, KH. Mastur Shomad, KH. Abd Rohim Rifa’i, dan Agus Taufiqurrochman R.

(Fathoni)


Sumber: www.nu.or.id